1. Home
  2. ยป
  3. Viral
10 Oktober 2015 11:14

Fakta-fakta mengejutkan kelakukan pengamen & pengemis di Jakarta

Mereka hanya bermodal melawan malu meminta-minta kepada orang lain. T. Widyatmoko

Brilio.net/en - Kehidupan menjadi seorang pengemis atau pengamen di DKI Jakarta ternyata tidak bisa diremehkan. Meski berpenampilan lusuh, namun secara pendapatan justru tak pernah lesu. Mereka bisa mengantongi jutaan per bulannya.

Tentu saja fakta ini mengejutkan banyak masyarakat ibu kota di tengah kecilnya upah minimum provinsi (UMP) di DKI Jakarta, sebesar Rp 2,7 juta per bulan. Sedangkan pengemis mampu mendapatkan dua kali lipat dari itu.

Bila dihitung secara kasar, pendapatan pengemis dan pengamen rata-rata ada yang mencapai hingga Rp 200.000 per hari atau Rp 6 juta per bulannya. Mereka hanya bermodal melawan malu meminta-minta kepada orang lain.

Di samping itu, ada juga cara tidak manusiawi guna mendatangkan banyak pundi-pundi. Mereka merelakan keluarganya menjadi objek penderitaan untuk mendapatkan penghasilan.

Berikut fakta mengejutkan kelakuan pengamen dan pengemis di Jakarta, Sabtu (10/10):

Netizen dihebohkan foto pengamen di DKI Jakarta sedang menukar uang recehan hingga ratusan ribu di minimarket kawasan Tanjung Duren, Jakarta Barat. Tidak sampai di situ, bahkan mereka pulang menaiki taksi.

Foto itu diunggah akun Facebook Izharry Agusjaya Moenzir pada Rabu (7/10) malam lalu. Dalam fotonya, terlihat keluarga pengamen dengan satu anak kecilnya asyik menukarkan uang hasil kerja kerasnya.

Saat dikonfirmasimerdeka.com, Izharry membenarkan tentang kejadian itu. Menurutnya, uang yang didapatkan pengamen itu mencapai Rp 265.000. Namun informasi yang didapatnya malah biasanya lebih besar pendapatan mereka.

Dia melanjutkan, menurut kerabatnya di minimarket itu, memang banyak pengamen maupun pengemis yang menukarkan uang recehnya. Untuk foto pengamen yang diunggahnya itu, baru pertama kali dilihat para pekerja minimarket tersebut.

"Saya kebetulan tinggal dekat situ, saya tanya kepada kerabat saya di minimarket itu, malam itu mereka (pengamen) dapat Rp 265.000. Bahkan bisa sampai Rp 500.000 kalau akhir pekan," kata Izharry, Jumat (9/10).

Izharry meyakini bahwa pengamen yang dilihatnya itu merupakan orang mampu. Ini terlihat dari pakaian yang dipakai anak pengamen tersebut tampak tidak murahan.

Selain itu, secara penghasilan pun sudah berlimpah. Wartawan senior media nasional ini mengilustrasikan, bila pendapatan para pengamen Rp 300.000 per hari maka sebulan mereka mampu mengantongi hingga Rp 9.000.000.

"Anaknya pakai pakaian bukan barang biasa. Terus anak itu terlihat merengek dan manja. Mereka itu kan mampu," ungkapnya.

Dalam kejadian itu, Izharry makin kaget. Usai menukarkan uang, ternyata para pengamen itu pulang dengan menumpang taksi. Sayangnya, dia tidak sempat mengambil gambar ketika pengamen itu masuk ke dalam taksi.

ALSO READ:
20 Foto dari 8 negara yang diabadikan sesuai tampilan postcard

Setiap orang yang memiliki nurani tentu akan iba melihatnya. Seorang pengemis wanita paruh baya dengan bayi yang tidur terlelap di gendongan. Pakaian mereka yang dekil dan wajah yang kusam menimbulkan rasa kasihan. Banyak orang yang akhirnya mengulurkan tangan dengan memberikan uang kepada mereka.

Meski suasana hingar bingar, mesin kendaraan menderu, suara klakson bersahutan, namun bayi itu tetap tenang di alam tidurnya. Bagi yang berpikir kritis tentu akan bertanya-tanya bagaimana seorang bayi bisa tidak terganggu dengan suasana yang berisik dan hiruk pikuk.

Wanita yang menggendongnya berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Terkadang dia berlari mengejar bus kota. Tapi bayi itu tetap saja terlelap.

Inilah fakta yang akhirnya membuat kita miris mendengarnya. Ternyata bayi-bayi yang dibawa pengemis itu sudah dijejali dengan obat tidur, bahkan dengan dosis yang tinggi. Tujuannya tidak lain adalah agar si pengemis bisa melakukan pekerjaannya tanpa diganggu oleh rengekan rewel bayi yang digendongnya.

"Dinas Sosial sudah sering menjaring mereka. Bayi-bayi tersebut diberi obat tidur agar tetap tenang selama mereka mengemis. Ini adalah satu bentuk eksploitasi anak yang harus ditindak tegas," tandas Kepala Seksi Rehabilitasi Sosial Tuna Sosial Dinas Sosial DKI Jakarta Prayitno, Rabu (4/3).

Parahnya lagi, dosis obat bius yang digunakan sembarangan. Yang penting bayi terlelap. Hal ini bisa sangat membahayakan bayi atau balita yang dibius.

Terungkap fakta para pengemis yang berkeliaran dengan menggendong bayi ternyata menggunakan obat bius agar anak itu tetap tertidur. Penelusuran merdeka.com, bayi yang dibawa oleh pengemis tersebut bukanlah anak kandungnya.

Bayi tersebut merupakan bayi yang disewa untuk membantu pengemis mencari uang. Besaran sewa yang harus dibayarkan mulai Rp 50 ribu hingga Rp 100 ribu per hari. Alasan si pengemis menggunakan bayi tidak lain adalah untuk meningkatkan penghasilan mereka.

Seorang pengemis mengaku dengan membawa bayi, uang yang didapatkan dari mengemis bertambah. Sebelumnya pengemis tersebut hanya mendapatkan uang paling besar Rp 50 ribu hingga Rp 100 ribu. Namun setelah membawa bayi, penghasilan mereka meningkat hingga Rp 200 ribu sampai Rp 300 ribu sehari.

"Supaya orang kasihan," kata seorang pengemis saat ditanyamerdeka.com, Rabu (5/3).

Bayi lucu yang masih berusia di bawah 5 tahun, bahkan ada yang belum setahun. Sebelum dibawa mengemis, bayi malang tersebut dibuat kondisinya agar nampak terlihat memprihatinkan. Mulai dari bajunya yang dibuat kucel hingga wajahnya yang dikotori arang dan debu agar terlihat kusam.

Setelah itu si bayi diberikan obat tidur yang telah dicampur dengan susu yang diminumnya. Dengan memberikan obat tidur, si bayi akan terlelap seharian.

Suku Dinas Sosial (Sudinsos) Jakarta Selatan, menangkap kakek berusia 70 tahun yang kedapatan membawa uang sebanyak Rp 3,6 juta, dari hasil mengemis di sekitar Kebayoran Baru.

Dikutip dari Antara, Kepala Sudinsos Jakarta Selatan, Kismoyohadi mengatakan, pria renta bernama Tibang ini diketahui sudah lama beroperasi di sekitar pasar Kebayoran Lama dan Kebayoran Baru.

"Kakek Tibang biasa beroperasi di sekitar Pasar Kebayoran Lama dan Kebayoran Baru. Ia sudah lama menjalani profesinya sebagai pengemis," kata Kismoyohadi, Jakarta, Kamis (2/7).

Kismoyohadi mengatakan, kakek Tibang merupakan warga asal Parung, Bogor, yang sudah dua kali terkena penjangkauan petugas Pelayanan, Pengawasan dan Pengendalian Sosial (P3S) Sudinsos Jakarta Selatan.

Saat petugas memeriksa hasil pendapatan Tibang, uang tersebut kebanyakan pecahan di atas lima ribu rupiah, dan sangat jarang ditemukan pecahan seribu atau dua ribu rupiah.

"Ini mengindikasikan masyarakat tidak tanggung-tanggung dalam memberikan uang kepadanya," kata Kismoyo.

Menurutnya, perbuatan masyarakat yang dianggap untuk memperbanyak amal di bulan Ramadan ini sebetulnya telah melanggar Perda 8 Tahun 2007, tentang Ketertiban Umum. Hal ini menurutnya sangat berpotensi mengundang orang daerah untuk datang ke Jakarta dan berpura-pura menjadi pengemis.

Kismoyo menambahkan, penghasilan yang didapat oleh pengemis itu sebenarnya justru bukan untuk membeli makanan berbuka puasa, melainkan untuk tindakan asusila. Dalam kasus Kakek Tibang ini, ia biasa menghabiskan penghasilannya untuk membayar wanita tuna susila, karena dirinya hidup seorang diri dan tidak memiliki keluarga.[crosslink_1]

ALSO READ:
Kenapa orang berjodoh biasanya ada kemiripan? Ini penjelasan ilmiahnya

SHARE NOW
EXPLORE BRILIO!
RELATED
RELATED ARTICLE
Today Tags